Jumat, 14 Juli 2017

GADIS KECIL CINA DAN SAKRAMEN MAHAKUDUS

Uskup Agung Fulton J. Sheen (1895-1979) dikenal sebagai penulis dari banyak buku iman dan sekaligus pewarta Injil pertama melalui televisi. Ia telah menyentuh hidup berjuta-juta orang di seluruh dunia.

Namun demikian, berulangkali ia mengatakan bahwa rahasia keberhasilannya dalam menggugah hati dan memenangkan jiwa-jiwa bagi Kristus adalah setiap hari sepanjang hidupnya ia selalu menyisihkan satu jam sembah sujud di hadapan Sakramen Mahakudus.

Beberapa bulan sebelum wafatnya, Uskup Agung Sheen diwawancarai oleh sebuah siaran televisi nasional.

Salah satu pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah: “Uskup Sheen, Anda telah mengilhami berjuta-juta orang di seluruh dunia. Siapakah yang mengilhami Anda? Apakah Bapa Suci?"

Uskup Agung Sheen menjawab bahwa bukanlah seorang Paus, Kardinal, Uskup, imam atau pun biarawati, melainkan seorang gadis kecil Cina berusia 11 tahun.

Bapa Uskup kemudian menceritakan bahwa ketika Komunis mengambil alih kekuasaan di Cina, mereka memenjarakan seorang imam di pastorannya sendiri dekat gereja.

Setelah mereka mengurungnya di pastoran, dari jendela kamarnya imam itu dengan gemetar melihat mereka memasuki gedung gereja, lalu menuju samping altar di mana tabernakel ditempatkan.

Dengan kebencian yang sangat mereka mengeluarkan sibori yang ada lalu mencampakkannya ke lantai sehingga Hosti Kudus jatuh berceceran.

Sang imam tahu dengan pasti jumlah Hosti Kudus dalam sibori itu: tiga puluh dua.

Ketika orang-orang komunis itu pergi, mereka tidak memperhatikan atau mungkin mereka mengacuhkan kehadiran seorang gadis kecil yang sedang berdoa di bangku belakang gereja. Ia melihat semua yang telah terjadi.

Malam itu sang gadis kecil datang kembali ke gereja. Ia menyelinap melewati pengawal di pastoran, lalu masuk ke dalam gereja.

Di sana ia bersembah sujud selama satu jam, suatu tindakan kasih yang menghapuskan tindak kebencian.

Selesai bersembah sujud, ia menuju samping altar, berlutut, membungkuk dan dengan lidahnya menerima Yesus dalam Komuni Kudus, karena pada masa itu awam tidak diperkenankan menyentuh Hosti Kudus dengan tangan.

Gadis kecil itu terus kembali setiap malam untuk bersembah sujud dan menerima Yesus dalam Komuni Kudus dengan lidahnya.

[Seturut Hukum Kanon yang berlaku, kaum beriman hanya diperbolehkan menyambut Komuni Kudus sekali dalam sehari]

Pada malam yang ke-32, setelah ia menyantap Hosti Kudus yang terakhir, secara tak sengaja ia menimbulkan kegaduhan yang membuat pengawal terjaga dari tidurnya.

Pengawal kemudian mengejarnya, menangkap gadis kecil itu, lalu menderanya dengan gagang senapan hingga tewas.

Kemartiran yang gagah berani itu disaksikan oleh imam yang melihat kejadian tersebut dengan hati pilu lewat jendela kamarnya.

Ketika Uskup Agung Sheen mendengar kisah ini, ia begitu tersentuh hingga berjanji kepada Tuhan bahwa ia akan melewatkan satu jam sembah sujud di hadapan Yesus dalam Sakramen Mahakudus setiap hari sepanjang hidupnya.

Jika gadis kecil Cina ini berani mempertaruhkan nyawanya setiap hari untuk menyatakan cinta kasihnya kepada Yesus dalam Sakramen Mahakudus dengan satu jam sembah sujud dan Komuni Kudus, maka, setidak-tidaknya, Bapa Uskup berpikir bahwa ia pun harus melakukan hal demikian.
Semoga demikian.
In Cruce salus !


Tikala Baru, 14 Juli 2017.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

H A N Y A R I N D U

 Sesekali merenung, menggali kenangan tentang masa indah bersama ibu, itu perlu. Tiada yang bisa kita lakukan saat sedang merindukan seoran...